Oesao adalah nama Kelurahan di Kecamatan
Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur! lokasinya sekitar 25 km ke
arah Timur menuju ke Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Perang Oesao
atau Battle of Timor adalah Pertempuran di pulau Timor pada dua daerah koloni
Belanda dan Portugis, masing-masing di front Timor-Barat (Belanda dan
Australia) dan di front Timor-Timur (Portugis) menghadapi invasi tentara
kekaisaran Jepang di divisi Pasifik Perang Dunia II.
Mengapa
pulau Timor begitu penting bagi Jepang? Well, jika melihat kampanye yang sama
dilakukan pasukan Nippon di Timor, Ambon dan Papua, maka bisa disimpulkan bahwa
tiga kawasan ini cuma langkah kecil dari skema perang Jepang karena ‘the next
big step’ adalah, apa lagi kalo bukan Australia sebagai salah satu enemy mereka
di Pasifik.
Latar
Belakang
Pada akhir
1941, Pulau Timor dibagi secara politis antara dua kekuatan Kolonial: Portugis
di sektor Timur dengan ibukota Dili, dan Belanda di bagian Barat dengan pusat
administrasi Kupang termasuk sebuah kantung Portugis di Oekusi yang berada
dalam wilayah koloni Belanda. Pertahanan Belanda secara keseluruhan saat itu diprediksi
berkekuatan 1000 personil dimana sebagian besar berada di Kupang.
Pada 07
Desember 1941 Perang Dunia II pecah setelah Jepang menyerang Pearl Harbor.
Februari 1942 Australia dan Belanda membuat kesepakatan yang isinya antara
lain: bahwa bilamana Jepang memasuki kancah Perang Dunia II divisi Pasifik
dengan dukungan poros Axis (gabungan Jerman, Italia dan Jepang), maka Australia
akan menjadi partner Belanda di daratan Timor dengan menyediakan pesawat,
peralatan perang termasuk pasukan untuk memperkuat Belanda.
Sebagai
tindakan preventif sekaligus follow-up kesepakatan tersebut maka pasca Pearl
Harbor, Australia mengirimkan kekuatan kecil yang bernama Sparrow Force ke
Kupang pada 12 Desember 1941 yang dipimpin Letnan Kolonel William Leggatt
dengan kekuatan 1.400 personel. Unit ini kemudian berdifusi dengan tentara
Belanda di Timor dibawah komando Letnan Kolonel Nico van Straten.
Sparrow Force
ditempatkan di sekitar Kupang, dan lapangan udara Penfui, beberapa unit lain
diposisikan di Kelapa Lima, Oesapa Besar dan Babau, sementara untuk basis
pasukan ditempatkan di Camplong. Pada saat itu, Portugal menolak kerjasama
dengan Sekutu (di pualu Timor) dalam sebuah pakta netralitas bilamana terjadi
invasi Jepang di Timor karena Jepang telah menyatakan kepada mereka bahwa akan
menghargai sikap Portugis jika mereka menempatkan diri sebagai pihak netral
(tapi pada akhirnya Nippon menyerang Timor-Portugis).
Penolakan
ini jelas akan mengakibatkan beberapa sektor Barat menjadi sangat terbuka, dan
sebagai respon atas penolakan tersebut, maka pada 17 Desember 1941 gabungan
400-an prajurit Belanda-Australia menginvasi Timor Portugis. Pendudukan ini diprotes
PM Portugal, António de Oliveira Salazar ke pihak Sekutu, sementara gubernur
Timor Portugis menyatakan diri sebagai tahanan untuk menjaga netralitas. Tidak
ada perlawanan Portugal atas invasi kecil ini tapi pemerintahan lokal dan
penduduk pribumi setempat secara diam-diam umumnya mendukung penempatan
kekuatan Sekutu di wilayah mereka, bahkan mereka membantu secara logistik.
Jalannya
Pertempuran
Pada 20
Februari 1942, diawali dengan serangan artileri dan bom dari udara yang intens,
Jepang mendaratkan 2 resimen batalyon 228 dengan kekuatan 4000 personel di sisi
Barat Daya Kupang, tepatnya di muara sungai, pantai Oepaha. Untuk mendukung
gerakan infanteri Jepang tersebut, 5 tank (Tipe 94 tankette) diikut sertakan
dalam serangan ini. Dari lokasi pendaratan tersebut pasukan Jepang membagi
pasukan mereka menjadi dua kelompok dengan arah pergerakan ke bagian Utara.
Kelompok
pertama bergerak menuju jantung kota Kupang melalui Oepura dan dari situ mereka
terus menekan pasukan sekutu pada basis mereka di Kelapa Lima - Oesapa Besar
(termasuk lapangan terbang Penfui) - Tarus - Oebelo - Babau - Oesao.
Grup Kedua
bermanuver dengan rute Baun - Oekabiti - Oesao tujuan pasukan ini adalah untuk
menghadang laju pergerakan pasukan Sekutu yang mundur ke basis Camplong,
penghadangan akan dilakukan di Oesao.
Untuk mencegah
penggunaan bandara Penfui oleh militer Jepang maka Letnan Kolonel Leggatt
memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan lapangan udara tersebut dalam
skala masif, namun pertempuran sebenarnya dari perang ini bahkan belum dimulai
sama sekali oleh Nippon. Taktik Sekutu untuk mundur ke basis Camplong sudah
diprediksikan oleh Jepang, saat koalisi pasukan Australia-Belanda bergerak
mundur ke Camplong mereka takkan pernah menduga bahwa ‘Hidangan Utama Pertempuran
di Timor’ akan tersaji di depan mata beberapa saat lagi, karena Jepang telah
menerjunkan 300 - 500 pasukan payung pada dua lokasi berbeda, di sebelah Timur
dan bagian Utara Oesao. Sebagian Resimen Sparrow Force telah diperintahkan
untuk terus bergerak ke sektor Timur, sementara Leggatt dan sebagian pasukannya
lagi bertarung hidup-mati untuk menjinakan pasukan payung Jepang. Pertempuran
antara pasukan sekutu dibawah komando Letnan Kolonel William Leggatt dan
pasukan payung Jepang berlangsung di Oesao, konflik frontal inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan ‘Battle of Timor’ atau orang Kupang menyebutnya
dengan ‘Perang Oesao’
Skema perang
Jepang yang memisahkan dua unit pasukan Oepaha namun akhirnya bertemu kembali
dan selanjutnya bergabung dengan tentara payung mereka di Oesao ini bisa
menjelaskan bahwa siasat ini bertujuan untuk menjadikan Oesao sebagai ‘neraka’
pertempuran frontal melawan sekutu. Taktik ini seperti mau menjadikan Oesao
sebagai ‘ladang pembantaian’ tentara sekutu tapi lambatnya laju Infanteri
mereka mengimbangi pergerakan tentara payung berakibat mengerikan, pasukan
udara mereka yang terjun di Oesao tak mendapatkan dukungan apapun dari batalyon
infanteri mereka yang masih tertinggal beberapa jam, sehingga mereka harus
bertarung sendirian melawan pasukanb sekutu hingga Oesao berubah menjadi ‘rumah
jagal’ bagi pasukan payung Jepang dan meski akhirnya memenangkan perang tapi
kekalahan Jepang di Oesao disebut-sebut sebagai kekalahan terburuk mereka di
Timor!
Setelah baku
hantam selama 4 hari dalam pertempuran terbuka dan paling berdarah di tanah
Timor pada era modern (konon perang ini berlangsung hingga kedua pasukan
kehabisan amunisi sama sekali dan untuk bisa selamat atau bertahan hidup, para
prajurit dari kedua belah pihak bergantung dari kelihaian masing-masing dalam
menggunakan bayonet), dalam clash ini batalyon Leggat kehilangan 84 personel
tapi mereka berhasil membunuh semua tentara payung kecuali 78 orang yang
berhasil lolos! Namun tak ada pesta perayaan kemenangan karena sekelompok
pasukan infanteri Jepang yang tengah bergerak dari pantai Selatan telah tiba di
Oesao dan berhasil menggabungkan diri dengan 78 prajurit yang selamat tadi.
Pada pagi hari
23 Februari jam 10:00 Jepang mengultimatum pasukan Leggatt agar ‘Menyerah atau
Mereka akan Dibombardir terus menerus tanpa ampun’ Jepang juga mengkofirmasikan
bahwa terdapat 23.000 pasukan infanteri mereka yang sedang bergerak menuju ke
Oesao dan sekitarnya. Tak butuh waktu lama untuk Jepang untuk membuktikan
ancaman mereka karena pada jam 10:10 pemboman terhadap konvoi Leggatt dimulai
dan berhasil menghancurkan 4 tank sekutu. Dengan situasi seperti ini ketika
pasukannya kehabisan amunisi, mengalami kelelahan secara fisik dan mental
setelah bertempur selama 4 hari, dimana sebagian yang alami luka berat, Leggatt
tak memiliki banyak pilihan selain menerima tawaran Jepang untuk menyerah.
Akhirnya batalyon Leggatt menyerah kepada Jepang di Oesao pada 23 Februari 1942
dengan kondisi, 84 orang tewas dan 132 terluka dan dalam 2 ½ tahun berikutnya
sebagian besar dari mereka tewas sebagai tawanan perang.
Jepang terus
mengejar sebagian pasukan Sparrow Force yang terdiri dari 290 tentara Australia
dan Belanda yang bergabung dengan sebagian pasukan di Soe. serombongan konvoi
Jepang telah memasuki jembatan diatas Sungai Noelmina tapi mereka mundur karena
terus ditembaki oleh Sparrow Force. untuk memutus pergerakan Jepang, akhirnya
jembatan Noelmina diledakan. Sparrow Force terus bergerak hingga ke Atambua
untuk bergabung dengan 100 tentara di sana lalu masuk ke Timor-Timur untuk
bergerilya.
Pada akhir
Februari, Jepang telah menguasai sebagian besar teritori Timor-Belanda dan
Timor-Portugis di daerah sekitar Dili di timur laut. Namun, mereka tidak bisa
bergerak ke Selatan dan Timur karena pasuan Sekutu di kawasan itu bahu membahu
bersama penduduk pribumi melakukan perlawanan secara gerilya melawan Jepang.
Pada Juni,
Jenderal Douglas MacArthur menyetujui proposal Jenderal Thomas Blamey ttg
serangan Sekutu dalam skala penuh di Timor dengan pasukan amfibi dan divisi
infanteri (setidaknya 10.000 personil) jika ingin merebut kembali daerah-daerah
di kawasan Timur, Blamey merekomendasikan bahwa kampanye di Timor harus
dipertahankan selama mungkin, namun tidak diperluas.
Pada Agustus,
Divisi ke-48 Jepang dari Filipina dibawah komando Jenderal Yuitsu Tsuchihashi
tiba di Kupang, Dili dan Malaka, untuk menggantikan detasemen Ito. Tsuchihashi
kemudian melakukan tindakan dan merekrut warga sipil Timor, untuk mendptkan
info secara rahasia ttg tentara Sekutu.
Pada akhir
1942, ada 12.000 tentara Jepang di Timor dan dibutuhkan minimal tiga divisi
Sekutu, dengan dukungan penuh udara dan laut untuk merebut kembali pulau itu.
Dan mustahil untuk dilakukan karena kawasan Timur Indonesia khususnya pulau
Timor tidak termasuk dalam ‘cetak biru’ skema perang tentara sekutu di Asia
Pasifik, karena kampanye di Timor dinilai memiliki nilai strategis yang kecil.
Selama
pendudukan Jepang di Timor diperkirakan 40.000 sampai 70.000 orang Timor dan
warga sipil Portugis meninggal, tentara Sekutu 450 orang kehilangan nyawa,
sementara lebih 2.000 orang Jepang tewas.
Sumber:
ww.matatimor.com


Emoticon